Menyelami Sastra Dalam Budaya Flores

Flores-Lembata, daerah yang terdiri atas 8 kabupaten dengan 10 suku adalah daerah kepulauan yang memegang teguh nilai moral dan nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai sebuah daerah yang tentunya dihuni oleh sekelompok masyarakat, Flores dan Lembata tentu mempunyai cerita dalam kehidupan masyarakatnya. Meskipun telah mengalami perekembangan sesuai dengan arus globalisasi, manusia Flores-Lembata tidak lepas dari nilai moral yang ditanamkan dalam adat-istiadatnya. Tidak sedikit pula, manusia Flores-Lembata yang terjerat dalam maraknya arus globalisasi. Perkembangan globalisasi tidak disalahkan selagi ia membawa dampak positif. Tetapi, akan menjadi sangat fatal apabila perekembangannya membawa dampak negatif. Sebagian besar masyarakat masuk dalam ranah negatif dari globalisasi.

Kondisi masyarakat dewasa ini sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai media yang memberitakan tentang keborokan moral. Perkelahian, pembunuhan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, korupsi, pelecehan seksual, penipuan, fitnah terjadi di mana-mana. Hal itu dapat diketahui lewat berbagai media cetak atau elektronik, seperti surat kabar, televisi atau  internet. Bahkan,  tidak jarang kondisi seperti itu dapat disaksikan secara langsung di tengah masyarakat. Kasus pembunuhan misalnya, menjadi suatu hal yang cukup sering terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya pembenahan karakter dalam diri masyarakat.

Keprihatinan ini yang menjadi motivasi utama harus adanya pembetukan karekter dalam diri masyarakat. Persoalan mengenai pembentukan karakter sudah terlampau sering disuarakan, dan diaplikasikan. Pengadaan sosialisasi, penerapan dalam pendidikan sudah dilakukan oleh beberapa instansi terkait. Namun, perspektif masyarakat berbeda-beda. Respon masyarakat terhadap pendidikan karakter berbeda-beda. Di kalangan kelompok pendidika  muncul pendapat tentang perlunya pendidikan budi pekerti, sedangkan  agamawan memandang perlunya  penguatan pendidikan agama. Mereka yang berkecimpung di bidang politik mengusulkan revitalisasi pendidikan Pancasila.  Dalam hal ini, Kemendiknas telah merespon berbagai pendapat itu dengan membentuk Tim Pengembang Pendidikan Karakter.

Apa korelasi antara sastra dan pembentukan karakter masyarakat? Karakter dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti. Pembentukan karakter berarti membenah sifat-sifat kejiwaan seseorang. Sastra sendiri secara etimologis berasal dari kata sas dan tra. Sas itu sendiri berarti mengajarkan atau mendidik, sedangkan kata tra berarti alat, sehingga sastra sendiri adalah alat untuk mengajari dan mendidik. Oleh karena itu, sastra pada masa lampau bersifat mendidik. Berasal dari makna kata dapat kita lihat relevansi dari sastra dan pembentukan karakter itu sendiri. Korelasinya ialah sastra adalah alat untuk mengajar dan mendidik guna membenah sifat-sifat kejiwaan seseorang atau mental seseorang.

Banyak hal yang dapat diperoleh dari sastra. Sastra lama pada umumnya bersifat mendidik nilai moral dan nilai agama. Selain itu, sastra lama menjadi salah satu pendidikan budi pekerti. Dalam adat Flores-Lembata, ungkapan-ungkapan peribahasa dengan bahasa daerah dalam berbagai hajatan adat adalah salah satu contoh penerapan sastra lama. Penggunaan sastra lama ini pula bersifat mendidik. Terkandung pesan-pesan untuk masyarakat umumnya berkaitan dengan larangan yang diberikan oleh hukum adat. Hal ini dimaksud untuk mengupayakan loyalitas masyarakat terhadap adat. Selain mengajarkan masyarakat untuk loyal kepada adat sebagai identitas budaya, hal ini pula memiliki makna tertentu misalnya penghargaan kepada orang tua yang membesarkan kita, contohnya dalam hajatan antar belis. Upacara adat antar belis dilakukan dengan tujuan memberikan penghargaan kepada orang tua yang telah membesarakan calon istri sebelum meninggalkan orangtua untuk hidup berkeluarga. Semua tindakan di atas berujung pada pembentukan karakter masyarakat Flores-lembat itu sendiri. Sehingga, sastra lama yang ada dalam adat-istiadat masyarakat telah nyata dalam proses pembentukan karakter masyarakat. Selain bersifat mendidik dan mengajarkan nilai agama, sastra lama ini bersifat menghibur sehingga mudah diterima oleh masyarakat Flores-Lembata.

Sastra sangat berperan dalam pembentukan karakter masyarakat. Karya sastra adat memiliki banyak manfaat. Kehadiran sastra yang bersifat menghibur juga memberikan pendidikan. Proses pembuatannya menunjukkan kreativitas masyarakat. Pegelarannya pun bertujuan mempersatukan dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Dari suatu penciptaan memunculkan berbagai macam inspirasi dan inovasi untuk menciptakannya lagi. Selain itu, proses penciptaannya menunjukkan ketekunan dan profesionalitas. Hasil yang didapat menjadi teladan untuk generasi berikutnya. Selain itu, tujuan yang paling penting ialah menunjukkan tata kehidupan masyarakat daerah Flores-Lembata. Dengan begitu, budaya luar dapat mengenal genre kehidupan masyarakat Flores-Lembata dan dapat memetik nilai positif dari manusia Flores-Lembata. Dengan kata lain mempromosikan kekayaan budaya yang kiranya dapat menjadi contoh bagi budaya asing. Seluruh proses diatas memiliki satu ujung yang sama yakni melahirkan karakter masyarakat yang bermutu dan diperhitungkan.

Ada dua bentuk sastra  yakni satra lisan dan juga sastra tulisan pun banyak dibuat dalam adat. Ritual-ritual adalah salah satu bentuk sastra lisan. Pembuatan sastra lisan ini melatih masyrakat untuk terampil dan melalui kebersamaan, menjalankan keyakinan nenek moyang. Hal ini melatih masyarakat untuk tetap percaya dan tidak melupakan budaya. Ini adalah bentuk dari peran sastra dalam membentuk karakter masyrakat. Cerita-cerita pahlawan misalnya Marilonga, Nipa Do, Motang Rua, dan lain-lain adalah salah satu bentuk sastra tulisan. Tujuan penulisan karya sastra tersebut ialah untuk menginformasikan dan memberitahu kepada generasi penerus untuk merenungkan perjuangan pahlawan dahulu. Selain itu ada pula cerita akyat seperti Asal-usul Danau Kelimutu, Kisah Ine Rie, Asal-usul Lembata dan lain-lain merupakan bentuk karya sastra yang sarat akan makna dan nilai kehidupan. Bentuk tulisan seperti ini mau mengajarkan kepada masyrakat dan generasi penerus nilai-nilai kehidupan seperti: penghormatan, penghargaan, kerjasama, suka menolong, dan lain-lain melalu watak tokoh yang digambarkan. Bentuk-bentuk karya sastra lisan maupun tulisan di atas memiliki orientasi yang sama yaitu pengajaran. Pengajarannya pun beragam, tetapi tujuannya ialah untuk membentuk karakter dari masyarakat itu sendiri.

Pada masa lampau, tentu saja kita banyak mendengarkan kisah-kisah unik dari orang tua maupun keluarga kita sehubungan dengan budaya daerah kita. Selain itu, kita pula tentu sering mengikuti upacar-upacara adat atau ritual-ritual adat. Semua itu adalah bentuk aplikasi nyata bagaimana peran sastra dalam pengembangan karakter yang bermutu dalam kehidupan bermasyarakat. Pembentukkan dan pengembangan karakter masyarakat tidak hanya selesai ketika menikmati karya sastra itu sendiri. Tetapi, tujuan berikutnya ialah menginspirasi dan menginovasi generasi muda untuk mengembangkan kretivitas dalam menciptakan karya-karya sastra baru. Hal yang responsif dan inspiratif adalah sesuatu yang diharapkan dari generasi muda, sehingga apa yang telah dimulai tidak memiliki akhir. Sehingga, hal ini pula menjadi salah satu pembinaan karakter yang menekankan aspek psikomotorik dimana masyarakat ditunjuk untuk menciptakan dan memproduksi sesuatu. Nilai yang didapat ialah nilai juang, kretivitas, dan pembianaan diri sendiri.

Akhirnya, semua masyarakat flores-lembata harus sadar bahwa begitu besar peran sastra sebagai media pembentukan karakter masyarakat flores-lembata. Kesadaran itu dilihat dari seberapa antusias masyarakat melihat sastra sebagai sesuatu yang penting. Oleh karena itu, masyarakat flores-lembata harus tetap berkarya dan bersastra dalam budaya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

03.00

GRHYA

lepeng