Literasi : Budaya Yang Tereliminasi Jaman Dan Promotornya Atas Nama Pemerintah Pendidikan, sederhananya dianalogikan sebagai warisan, anggaplah itu emas. Iya Emas, dia berharga untuk siapapun yang tidak tahu akan seperti apa masa depan nanti, dan emas tak akan pernah seharga besi sampai kapanpun itu. Warisan itu bernilai jual tinggi dan itu modal yang dapat dipertaruhkan. Sebagian orang dengan tekun merawat dan menjaga “emas” itu agar kadar emasnya tak berkurang 1 karat pun, apalagi kehilangan sebongkah saja. Malangnya, masih ada saja separuh orang yang mengabaikan kesempatan itu. Semakin kesini semakin banyak saja masalah soal Pendidikan. Mulai dari ketimpangan kualitas Pendidikan yang berdampak pada mutu masyarakat antar daerah, sampai dengan budaya literasi yang perlahan memudar. Ketidaksetaraan Pendidikan menjadi PR pemerintah secara khusus. Sedangkan perkara budaya literasi jadi penyakit masyarakat yang s...
Postingan
Menampilkan postingan dari 2018
Puisi :
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
SARJANA SURGA Kalau saja sistem seleksi masuk surga sama dengan menyusun Skripsi Mulai dari abstrak sampai dengan daftar pustaka, dan itu adalah ratusan halaman, judulku sederhana saja “Dirimu” Aku dengan percaya diriku yang tidak tahu malu sudah yakin sedari awal, “aku masuk surga” Beruntung sekali . . . Aku yakin Dia tak akan bertanya banyak. Dan untuk kesekian mujurnya, Malaikat yang jadi pembimbing skripsiku sudah aku kenal baik, namanya “Hati” Yakinku karena selama kemarin sudah banyak konsultasiku Bersama Hati, dengan bukti bimbingan paraf di ujung kata Amin Soal turunan rumus, jangan khawatir, sudah kupersiapkan sedari awal Bagaimana mungkin aku lupa apa yang aku mulai apalagi itu tentang dirimu Dan akhirnya aku yakin lulus dan aku salah satu Sarjana Surga Kamu indah ! Bahkan surgaku pun tentang kamu. Indah sekali Tuhan, Aku siap untuk sidang skripsi nanti Beri jadwal sidangku setelah waktuny...
puisi : Guru
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PENJASA TANPA TANDA Mau disapa apa atau siapa duluan atau ?… Kenangku, biar udara saja yang pertama terima puja ku Terima kasih banyak udara untuk segala yang masuk dan transaksi kalian pada dua kantung itu Oh iya . . . . terima kasih darah, Pekat, apa warnamu? Merah tua ya? Biar hanya kaki ini yg berpijak cukup itu saja, di Jakarta Jangan macet darah, teruslah di jalan rayamu Apalagi . . . ? Itu saja salamku, di ujung kata amin doaku tetaplah sehat kalian . . . Iya kalian . . . Hai kalian yang hidup . . . . Apa kabarmu? Masih akrab dengan kenangan? sering berbincang dengan ingatan kan? Atau? Sudah tak lagi? Pernah berkompromi dengan waktu? tentang bisakah kembali lagi, sebentar saja kok sekitar 2-3 tahun lalu, mungkin lebih . . . ada cerita hebat sebelum badan membungkuk dan tulang mulai menua masih ada hasrat berkumpul dan habiskan waktu 8 jam di dalam, bertirai kelas berlantai taman kalian yang hebat. . . yang berpi...